Powered By Blogger

Jumat, 25 April 2014

PSIKOLOGI PENDIDIKAN MASYARAKAT (UTS)

1.    Deskripsi Permasalahan
Menjalani hidup sebagai anak jalanan bukanlah sebagai pilihan hidup yang menyenangkan. Ada banyak alasan yang menuntut mereka menjadi anak jalanan. Keberadaan anak jalanan berkaitan dengan kebutuhan dasar anak yang tidak terpenuhi dalam keluarga. Kebutuhan dasar ini meliputi kebutuhan fisik, psikis, sosial dan spiritual. Himpunan Mahasiswa Pemerhati Masyarakat Marjinal (HIMMATA) mengelompokkan anak jalanan menjadi dua golongan, yakni anak semi jalanan dan anak jalanan murni. Anak semi jalanan adalah anak-anak yang hidup dan mencari penghidupan di jalanan, namun masih memiliki hubungan erat dengan keluarganya. Anak jalanan murni adalah anak-anak yang hidup dan mencari penghidupan di jalanan serta tidak memiliki hubungan erat dengan keluarga (Asmawati, 2001). Sementara itu seperti yang dikemukakan oleh Tata Sudarajat (1999) anak jalanan dibagi dalam tiga kelompok, yaitu yang pertama, anak yang putus hubungan dengan keluarganya, tidak bersekolah, dan hidup di jalanan (childen the street). Kedua, anak yang berhubungan tidak teratur dengan keluarganya, tidak bersekolah, tetapi kembali kepada orang tuanya seminggu sekali, dua minggu sekali, atau sebulan sekali, yang biasanya disebut dengan anak yang bekerja di jalanan (children on th street). Dan ketiga, yaitu anak yang masih bersekolah, atau sudah tidak bersekolah, kategori ini masuk dalam kelompok anak yang rentan menjadi anak jalanan (vulnerable to be street children).
Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan persoalan sosial yang kompleks. Hidup menjadi anak jalanan memang bukan merupakan pilihan yang menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi yang tidak bermasa depan jelas, dan keberadaan mereka tidak jarang menjadi arga, masyarakat dan negara. Berdasarkan dari peta permasalahan anak jalanan baik yang berada di kota besar dapat dipetakan permasalah sebagai berikut: 1) Anak jalanan turun ke jalan karena adanya desakan ekonomi keluarga sehingga orang tua menyuruh anaknya untuk turun ke jalan guna mencari tambahan untuk keluarga. Hal ini terjadi karena ketidak berfungsian keluarga dalam memenuhi kebutuhan keluarga. 2) Rumah tinggal yang kumuh membuat ketidak betahan anak berada di rumah, sehingga perumahan kumuh menjadi salah satu faktor pendorong untuk anak turun ke jalan. 3) Rendahnya pendidikan orang tua anak jalanan sehingga mereka tidak mengetahui fungsi dan peran sebagai orang tua dan juga ketidaktahuannya mengenai hak-hak anak. 4) Belum adanya payung kebijakan mengenai anak yang turun ke jalan baik kebijakan dari kepolisian, Pemda maupun Departemen Sosial. 5) Belum optimalnya social control di dalam masyarakat. 6) Belum berperannya lembaga-lembaga organisasi sosial, serta belum adanya penanganan yang secara multi sistem base. (Islamic Education, 2008)
Kota yang padat penduduknya dan banyak keluarga bermasalah membuat anak yang kurang gizi, kurang perhatian, kurang pendidikan, kurang kasih sayang dan kehangatan jiwa, serta kehilangan hak untuk bermain, bergembira, bermasyarakat, dan hidup mereka atau bahkan mengakibatkan anak-anak dianiaya batin, fisik dan seksual oleh keluarga, teman, orang lain yang lebih dewasa. Diantara anak-anak jalanan, sebagian ada yang sering berpindah antar kota. Mereka tumbuh dan berkembang dengan latar kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan dan hilangnya kasih sayang sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya berperilaku negatif. Seorang anak yang terhempas dari keluarganya, lantas menjadi anak jalanan disebabkan oleh banyak hal. Penganiayaan kepada anak merupakan penyebab utama anak menjadi anak jalanan. Penganiayaan itu meliputi mental dan fisik mereka. (Anonim, 2010)
Anak jalanan ini pada umumnya bekerja pada sektor informal. Fenomena anak jalanan ini muncul dalam bentuk eksploratif bersamaan dengan adanya transformasi sosial ekonomi masyarakat industrial menju masyarakat yang kapitalistik. Kaum marjinal ini mengalami distorsi nilai, diantara nilai tentan anak-anak, dengan demikian bukan hanya dipandang sebagai beban, tetapi sekaligus dipandang sebagai faktor ekonomi yang bisa dipakai untuk mengatasi masalah ekonomi keluarga. Dengan demikian, nilai anak dalam pandangan orang tua atau keluarga tidak lagi dilihat dalam kacamata pendidikan tetapi dalam kepentingan ekonomi. Sementara itu, nilai pendidikan dan kasih sayang semakin menurun dan anak dimotivasi untuk bekerja dan menghasilkan uang. Dalam konteks permasalahan anak jalanan, masalah kemiskinan dianggap sebagai penyebab utama timbulnya anak jalanan ini. Hal ini dapat ditemukan dari latarbelakang geografis, sosial ekonomi anak yang memang datang dari daerah-daerah dan keluarga miskin di pedesaan maupun kantong kumuh perkotaan.
Dalam membangun komunitas berdaya, berperadaban, bermatabat diantara orang-orang miskin di perkotaan melalui pendidikan alternative dengan model home based education merupakan bentuk kepedulian pendidikan luar biasa khususnya pada aspek pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan pada masyarakat miskin kota khususnya anak jalanan melalui pendidikan alternative ini pada dasarnya merupakan sarana substansial untuk membantu komunitas basis masyarakat keluar dari segala macam bentuk ketidakberdayaan di lingkungan perkotaan yang komplek. Prinsip dasar pendidikan alternatif yang diimplementasikan menggunakan model pendekatan problem posing educatin, learning by doing yang berbasis community based education.
Keberadaan anak di jalanan perlu dientaskan dan salah satu cara mengentaskannya adalah dengan menyelenggarakan rumah singgah. Dalam rumah singgah, anak jalanan diberikan pelayanan kesejahteraan sosial diantaranya melalui pemberdatyaan anak jalanan. Pemberdayaan pada anak jalanan dapat dilakukan dengan berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh rumah singgah.
Menurut Depsos RI, rumah singgah hanya sebagai perantara anak jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu mereka sebagai proses informal yang memberikan suasana pusat realisasi dan sosial anak jalanan terhadap sistem nilai dan norma masyarakat. Secara umum tujuan dibentuknya rumah singgah adalah membantu anak jalanan dalam mengatasi masalah-masalah dan menemukan alternative untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Rumah singgah ini diharapkan tidak hanya menjadi tempat bernaung saja namun juga diharapkan dapat menjadi basis bagi pelayanan berikutnya, seperti pelayanan ksehatan dan pendidikan, pendampingan dan konseling bagi anak yang sedang bermasalah. Selain itu, rumah juga diharapkan menjadi ruang komunikasi yang harmonis antara anak dan pihak yang menaruh perhatian pada kehidupan anak. Keberadaan rumah singgah terhadap anak-anak jalanan sangat pentig peranannya untuk memperoleh masukan yang berkaitan dengan pembinaan yang menanamkan nilai-nilai normatif dan ilmu pengetahuan, serta kesempatan untuk bermain bersama anak-anak lain.

2.    Identifikasi permasalahan yang sesuai dengan karakteristik pendidikan masyarakat
Dari segi pendidikan masyarakat permasalah di atas memenuhi beberapa karakteristik.
a.       Relevan and fulfilling. Rumah singgah sebagai perantara anak jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu mereka sebagai proses informal yang memberikan suasana pusat realisasi dan sosial anak jalanan terhadap sistem nilai dan norma masyarakat. Secara umum tujuan dibentuknya rumah singgah adalah membantu anak jalanan dalam mengatasi masalah-masalah dan menemukan alternative untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Rumah singgah ini diharapkan tidak hanya menjadi tempat bernaung saja namun juga diharapkan dapat menjadi basis bagi pelayanan berikutnya, seperti pelayanan ksehatan dan pendidikan, pendampingan dan konseling bagi anak yang sedang bermasalah. Selain itu, rumah juga diharapkan menjadi ruang komunikasi yang harmonis antara anak dan pihak yang menaruh perhatian pada kehidupan anak.
b.      Nilai-nilai, masalah, sumber, potensi dari masyarakat. Permasalahan dasar yang ada pada komunitas anak jalanan ini berasal dari lingkungan keluarga. Dengan memberikan pengetahuan pada orang tua mengenai nilai-nilai yang ada pada masyarakat pada umumnya, penyuluhan mengenai resiko masalah yang akan terjadi bila anak dipekerjakan pada usia dini, dan mengembangkan potensi atau kelebihan yang dapat di lakukan oleh masyarakat sekitar untuk mengurangi masalah anak jalanan ini. Umumnya anak jalanan berorientasi pada nilai-nilai praktis yang melihat pada hasil. Dengan mengupayakan anak untuk menempuh pendidikan formal dan pelatihan keterampilan berbasis entrepreneur.
c.       Penyadaran tanggung jawab. Pemerintah maupun LSM tidak hanya memberikan masukan saja kepada masyarakat sekitar namun juga memantau proses dan hasil setelah masyarakat mendapatkan pelayanan. Sehingga masyarakat juga ikut berperan untuk mengurangi dan mengatasi permasalahan anak jalanan.
d.      Terjadi perubahan perilaku sesuai tujuan. Memberikan layanan pendidikan yang lebih difokuskan pada perubahan sikap mental, perilaku, dan upaya pemulihan lainnya agar anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dunianya kembali, serta dapat menyelesaikan program wajib belajar 9 tahun,
e.       Komitmen, menekankan motivasi positif. memberikan motivasi kepada anak-anak agar mereka dapat mengubah cara pandang dan pikiran mereka, menumbuhkan kembali mimpi dan cita-cita untuk bisa mendapat kehidupan yang lebih baik di masa depan, serta keyakinan bahwa mereka pasti apabila ada kemauan dan usaha.
f.       Terbangunnya rasa memiliki, masyarakat sekitar yang melihat fenomena anaka jalanan disekitarnya harus berupaya ikut serta dalam mendidik karakter anak jalanan agar dapat meningkatkan derajat hidupnya.
g.      Mengubah niat ketindakan, dalam merubah pola asuh anak jalanan harus melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat untuk berperan serta dalam membina anak dalam meningkatkan keterampilan si anak.
h.      Prosesnya partisipatif, masyakat disekitar ikut berpartisipasi dalam penanganannya dan pembinaan anak jalanan.
i.        Program yang jelas, baik dari segi input, proses, dan outout serta evaluasi yang dibuat untuk program lanjutan untuk si anak dibuat dengan continue dan sesuai dengan karakteristik dan kemampuan si anak.

3.    Identifikasi dan tabulasi faktor-faktor resiko.
Individu
Relasi
Komunitas
Masyarakat
·      Laki-laki, perempuan
·      Sekitar 7 tahun – 12 tahun
·      Putus sekolah
·      Child abuse
·      Pekerjaan mengamen, menjual koran, menyemir sepatu, dll.
·      Seks bebas
·      Tinggal di taman kota, emperan toko dan ada juga yang memiliki rumah
·      Kurang perhatian dan kasih sayang
·      Kehilangan masa bermain
·       Keluarga disfungsi
·       Kekerasan dalam keluarga
·       Tekanan sosial ekonomi
·       Tuntutan kebutuhan sehari-hari
·       Teman atau lingkungan yang berprofesi sama.
·       Tuntutan bekerja oleh keluarga
·     Anak jalanan
·     Kepadatan penduduk
·     Kepedulian keluarga kurang
·     Usia yang relatif muda
·     Bekerja di sektor informal
·      Kemiskinan
·      Tidak memiliki pekerjaan yang baik
·      Berasal dari keluarga yang tidak memiliki pengetahuan mengenai hak-hak anak
·      Tidak ada penegakan hukum perlindungan mengenai anak jalanan
·      Tidak memiliki akses terhadap pelayanan pendidikan kesehatan dan perlndungan.
·      Keberadaannya cenderung ditolak oleh masyarakat


4.    Contoh pelayanan dan contoh program pada level individual, relational, komunitas, dan masyarkat.

Level
Contoh Pelayanan
Contoh Program
Individual
·      Penangan kasus kekerasan pada anak jalanan
·      Penangan pekerja/eksploitasi pada anak
·      Pengetahuan mengenai seks bebas
·      Konseling untuk membantu permasalahan yang dihadapi anak
·      Memberikan pelayanan pendidikan gratis
·      Penyuluhan bagi anak mengenai pentingnya pendidikan
·      Memberikan pendidikan formal bagi anak jalanan
·      Memberikan ketrampilan tambahan bagi anak
·      Konseling bagi anak dalam menyelesaikan masalah
·      Memberikan pelayanan gizi, moral.
·      Perpustakaan gratis
Relasi
·      Penyuluhan bagi orang tua dan masyarakat di lingkungan sekitar mengenai hak-hak anak, kekerasan pada anak.
·      Penyuluhan bagi orang tua mengenai hak-hak anak
·      Pemberian ketrampilan bagi orang tua
Komunitas
·      Memberikan pendidikan ketrampilan sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat untuk membantu komunitas basis masyarakat keluar dari segala macam bentuk ketidakberdayaan di lingkungan perkotaan yang komplek.
·      Memfasilitasi dengan rumah singgah sebagai perantara sarana bagi anak jalanan.
·      Pelatihan ketrampilan tambahan untuk mengembangkan minat  anak jalanan
·      Didirikan rumah singgah
Masyarakat
·      Memberikan pengetahuan pada masyarakat mengenai anak jalanan sehingga dapat mengurangi stigma mengenai anak jalanan dan membantu permasalahan yang dihadapi anak.
·      Ada hukum yang melindungi anak jalanan dan penegasan hukuman pada orang sekitar yang melakukan eksploitasi.
·      Seminar mengenai profil, kehidupan, permasalahan yang dialami anak jalan.
·      Menerapkan hukum yang adil bagi anak jalanan

Referensi

Anonim. 2010. All About Anak Jalanan. Online. (diakses pada 19 April 2014, http://iamrabka.wordpress.com/2010/04/13/all-about-anak-jalanan/)
Islamic Education. 2008. Permasalahan Anak Jalanan dan Alternatif Pemecahannya. Online. (diakses pada 19 April 2014, http://t4rbiyah.blogspot.com/2008/01/permasalahan-anak-jalanan-dan.html)

Septiarti, S. Wisni, dkk. 2005. Pengembangan Program Pendidikan Alternatif Bagi Anak Jalanan (Sebuah Terobosan Pemberdayaan Masyarakat). Visi: Jurnal Pendidikan Non Formal (Nomor 03/XIII/2005 ISSN 1410 – 4342)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar