Powered By Blogger

Senin, 24 September 2012

CARUT MARUT SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TENAGA KEPENDIDIKAN DI INDONESIA

Pada saat ini, Pendidikan Profesi Guru (PPG) sedang menjadi perdebatan. Kebijakan Mendikbud itu dianggap ngawur oleh banyak kalangan, terutama para pemerhati bidang pendidikan, guru, mahasiswa dan masyarakat. Tidak heran, karena dalam kebijakan tersebut, tersurat bahwa profesi guru terbuka bagi semua lulusan program studi (prodi), kependidikan maupun non kependidikan, asal yang bersangkutan lulus PPG. Aturan ini dinilai sangat tidak adil bagi lulusan LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan). Empat tahun proses yang mereka lalui selama pendidikan di LPTK, seperti tidak ada artinya, karena disandingkan dengan lulusan non-LPTK yang juga memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti PPG. Baik dari lulusan LPTK maupun non-LPTK, sama-sama harus menempuh PPG selama 1 atau 2 semester (bergantung prodi PPG yang menjadi pilihanya), bila mereka ingin menjadi guru. Diantara persyaratan yang akan diterapkan tahun depan adalah dokumen atau ijazah kelulusan Pendidikan Profesi Guru (PPG). "Dengan skema baru ini, untuk menjadi guru, baik PNS maupun non-PNS tidak cukup hanya dengan ijazah S.Pd (sarjana pendidikan, red)," tutur Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh. Selain itu, para sarjana FKIP ini nantinya juga bakal bersaing secara terbuka dengan sarjana-sarjana fakultas lainnya untuk masuk PPG. Misalnya untuk menjadi guru matematika, para sarjana FKIP ini akan bertarung dengan sarjana fakultas MIPA (Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alama). Begitu pula untuk guru ekonomi, sarjana FKIP juga akan bersaing dengan sarjana fakultas ekonomi (FE). Mahasiswa IKIP/LPTK tidak akan diberi kewenangan mengajar bila tdk ikut PPG? Dan karena PPG ada kuotanya sedangkan yg tidak tertampung harus dikemanakan? Apakah dibiarkan menganggur?? Guru profesional merupakan guru yang dalam melaksanakan tugasnya mampu menunjukkan kemampuannya yang ditandai dengan penguasaan kompetensi akademik kependidikan dan kompetensi substansi dan/atau bidang studi sesuai bidang ilmunya. Calon guru harus disiapkan menjadi guru profesional melalui pendidikan profesi guru. Menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan profesi adalah pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. Sesuai pasal 1 ayat 2 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 8 Tahun  2009 tentang Pendidikan Profesi Guru disebutkan bahwa program Pendidikan Profesi Guru Prajabatan (PPG Prajab) adalah program pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan lulusan S-1 kependidikan dan S-1/D-IV nonkependidikan yang memiliki bakat dan minat menjadi guru agar menguasai kompetensi guru secara utuh sesuai dengan standar nasional pendidikan, sehingga dapat memperoleh sertifikat pendidik profesional pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Kalau memang seperti itu Dikti juga harus fair untuk membuat rekomendasi agar industri/perusahaan tidak membeda2kan alumni LPTK dan alumni PT umum dengan melakukan koordinasi lintas sektoral. "Sekarang apakah ada perbedaan antara matematika UPI (mewakili FKIP, red) dengan ITB (mewakili FMIPA, red)," terang Nuh. Dia mengatakan, posisi guru memang idealnya dihuni para sarjana FKIP. Tetapi jika kemampuan sarjana FKIP jauh di bawah sarjana fakultas lainnya, tentu tidak bisa dipaksakan mengajar. UU mengemanahkan PPG sebagai program evaluasi dan peningkatan kualitas tenaga kependidikan. Beda kasusnya jika PPG dijadikan sebagai peningkatan mutu guru. Dari proses dan kurikulumnya, PPG didesain untuk meningkatkan kompetensi guru. Ini artinya PPG merupakan lembaga untuk meningkatkan kompetensi guru. bukan kompetensi calon guru. Pada saat ini, Dikti juga meluncurkan program yang lain, yaitu SM-3T (Sarjana mendidik di Daerah Terdepan, tertinggal, dan Terluar), program S1 KKT (S1 Kependidikan dengan Kewenangan Tambahan), program PPGT (Pendidikan Profesi Guru Terintegrasi), dan beberapa program yang lain. Program yang diluncurkan menjelang penghujung tahun. Konon, karena dana yang digunakan adalah dana APBN-P, sehingga kepastian cairnya selalu menjelang tahun anggaran tutup. Maka hampir semua LPTK yang ‘ketiban sampur’ untuk melaksanakan program itu benar-benar ‘kepontal-pontal’. Hanya beberapa LPTK yang akhirnya bisa melaksanakan PPG Daljab, dengan menarik lebih dulu biaya pendidikan dari peserta PPG, dan biaya itu dijanjikan akan dikembalikan bila beasiswa dari Dikti telah cair. Namun di sisi lain, kebijakan yang memungkinkan peserta PPG bisa berasal dari sarjana nonpendidikan, seolah bertentangan dengan upaya ‘pemuliaan’ guru itu sendiri. Memang ada perbedaan persyaratan antara sarjana pendidikan dan nonpendidikan dalam mengikuti PPG Prajab. Sarjana nonpendidikan harus menempuh matrikulasi bidang kependidikan setelah lulus seleksi PPG, seolah – olah untuk menjadi guru lulusan non LPTK bias dengan iseng-iseng toh kalau lolos baru ikut martikulasi beda halnya kalau ikut martikulasi dulu baru ikut tes masuk PPG mereka minimal sudah ada niat untuk menjadi guru. Selebihnya sama. Kurikulum, masa pendidikan, proses pendidikan, dan sebagainya, tidak ada perbedaan.  PERTANYAANNYA: bagaimana mungkin proses panjang selama sekitar delapan semester menempuh pendidikan dengan kultur di LPTK disejajarkan hanya dengan paling lama  satu semester kegiatan matrikulasi? Bukankah proses membentuk kompetensi guru yang profesional sesuai amanat UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 dan UU no 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen itu memerlukan waktu yang panjang, dan oleh sebab itu sudah harus dimulai sejak awal semester dalam delapan semester tersebut? Tidak sekedar lulus beberapa matakuliah matrikulasi dan bisa melakukan praktek mengajar secara instan?  Lantas apa gunanya LPTK bila pada akhirnya siapa pun bisa menjadi guru, hanya dengan menempuh pendidikan profesi selama satu atau dua semester? Dalam Naskah Akademik PPG sendiri dinyatakan, kompetensi guru merupakan sesuatu yang utuh, sehingga proses pembentukannya tidak bisa dilakukan secara instan, karena guru merupakan profesi yang akan menghadapi individu-individu, yakni pribadi unik yang mempunyai potensi untuk tumbuh dan berkembang. Tuntutan untuk menghasilkan guru yang profesional mengharuskan LPTK penyelenggara memiliki visi yang jelas dengan dilandasi prinsip good governance dan memiliki kapasitas yang menjamin keprofesionalan lulusannya. Dengan demikian, kualitas input menjadi sangat penting untuk menegakkan prinsip good governance, selain kualitas SDM, sarana prasarana, dan sebagainya. Namun dengan kebijakan terkait dengan input PPG seperti saat ini, mungkinkah? Sumber dari permasalahan ini adalah adanya pasal Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yakni pasal 9 yang berbunyi  Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat.” maka dari itu pasal tersebut harus dirubah / judicial review di Mahkamah Konstitusi agar tidak menjadi “keran sumber” adanya lulusan selain kependidikan yang berhak mengikuti PPG / menjadi guru.

Minggu, 12 Agustus 2012

BIMBINGAN KONSELING BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS



Pengertian bimbingan dan konseling menurut Winkel (2004) “Pengertian program bimbingan dan konseling adalah suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana dan terorganisasi dan terkoordinasi selama periode waktu tertentu.”  Berdasarkan kurikulum 2004 “Program bimbingan dan konseling merupakan rencana kegiatan layanan dan kegiatan pendukung yang akan dilaksanakan pada periode tertentu.” (Depdikbud, 2004:19). Menurut SK Mendikbud No. 025/0/1995 butir 1:
Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun secara kelompok agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bidang bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karir melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku (jenis layanan ada 7 butir, kegiatan pendukung ada 5 butir).
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa program bimbingan dan konseling bagi ABK adalah suatu kegiatan pelayanan bantuan kepada peserta didik atau siswa berkebutuhan khusus disekolah oleh guru BK atau konselor secara terencana, terorganisir dan terkoordinasi yang dilaksanakan pada periode tertentu, teratur dan berkesinambungan atau berkelanjutan.

a.     Tujuan Umum
Tujuan umum dari layanan bimbingan dan konseling bagi ABK adalah sesuai dengan tujuan pendididikan, yang tertulis pada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) tahun 1989 (UU No. 2/1989), yaitu
Terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, yang beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jaSMPni dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. (Depdikbud, 1994:5)
Layanan bimbingan dan konseling bagi ABK secara umum disekolah bertujuan agar setelah mendapatkan layanan bimbingan konseling anak dapat mencapai penyesuaian dan perkembangan yang optimal sesuai dengan sisa kemampuannya, bakat dan nilai-nilai yang dimilikinya.
Bagi ABK selain tujuan tersebut diatas, tekanan pencapaian tujuan lebih diarah untuk membentuk kompensasi positif dari kecacatan yang dimilikinya. Mereka tidak begitu terganggu dengan kecacatan yang ia miliki, tetapi justru ada usaha optimalisasi sisa kecacatan tersebut.
b.    Tujuan Khusus
Secara khusus tujuan layanan bimbingan dan konseling bagi ABK antara lain :
1)   Memahami dirinya dengan baik, yaitu mengenal segala kelebihan dan kelemahan yang dimiliki berkenaan dengan bakat, minat, sikap, perasaan dan kemampuannya.
2)   Memahami lingkungan dengan baik, meliputi lingkungan pendidikan disekolah, lingkungan diasrama, lingkungan pekerjaan, dan lingkungan sosial masyarakat.
3)   Membuat pilihan dan keputusan yang bijaksana yang didasarkan kepada pemahaman yang mendalam tentang diri sendiri dan lingkungannya.
4)   Mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, baik disekolah maupun diluar sekolah.
 
Secara umum fungsi bimbingan konseling dapat dibedakan menjadi lima (Mortensen dan Schmuller, 1976; Moh. Surya, 1988: 38-42), yaitu :
a.    Fungsi Pencegahan (Preventif)
Arti dari fungsi pencegahan adalah merupakan usaha pencegahan terhadap timbulnya masalah. Layanan yang diberikan berupa bantuan bagi para siswa agar terhindar dari berbagai masalah yang dapat menghambat perkembangannya. Kegiatan yang berfungsi pencegahan dapat berupa program orientasi, bimbingan karier, inventarisasi data dan sebagainya.
b.    Fungsi Pemahaman
Fungsi pemahaman yang dimaksud yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan keperluan pengembangan siswa. Pemahaman ini mencakup:
1).      Pemahaman tentang diri siswa, terutama oleh siswa sendiri, orang tua , guru dan guru pembimbing
2).      Pemahaman tentang lingkungan siswa (termasuk di dalamnya lingkungan keluarga dan sekolah), terutama oleh siswa sendiri, orang tua guru, dan guru pembimbing.
3).      Pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas (termasuk di dalamnya informasi pendidikan, jabatan/pekerjaan dan/atau karier, dan informasi budaya/nilai-nilai), terutama oleh siswa.
c.    Fungsi Perbaikan
Walaupun fungsi pencegahan dan pemahaman telah dilakukan, namun mungkin saja siswa masih menghadapi masalah-masalah tertentu. Disinilah fungsi perbaikan itu berperan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan terpecahkannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami siswa.
d.   Fungsi Pengembangan
Fungsi ini berarti bahwa layanan bimbingan dan konseling yang diberikan dapat membantu para siswa dalam memelihara dan mengembangkan keseluruhan pribadinya secara mantap, terarah dan berkelanjutan. Dalam fungsi ini hal-hal yang dipandang positif dijaga agar tetap baik dan mantap. Dengan demikian, siswa dapat memelihara dan mengembangkan berbagai potensi dan kondisi yang positif dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.
e.    Fungsi Penyaluran
Dalam fungsi penyaluran layanan bimbingan konseling membantu siswa untuk menyalurkan bakat, minat, kecakapan dan kebutuhan dan sebagainya sesuai dengan keadaan pribadinya.