Powered By Blogger

Kamis, 17 April 2014

REVIEW BUKU III FILSAFAT MORAL (Dr W. Poespoprodjo, L.Ph.,S.S)

A. Konsep Etika, Norma, Moral
          Etika berasal dari bahasa Yunani ethos, yang berarti tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang; kebiasaan, adat; watak; perasaan, sikap, cara berpikir. dalam bentuk jamak ta etha artinya adat kebiasaan. Dalam arti terakhir inilah (cara berpikir) terbentuknya istilah etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Etika berarti: ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Namun demikian, ada juga kata moral dari bahasa Latin yang artinya sama dengan etika.

          Secara istilah etika memunyai tiga arti: pertama, nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini bisa disebut sistem nilai. Misalnya etika Protestan, etika Islam, etika suku Indoan. Kedua, etika berarti kumpulan asas atau nilai moral (kode etik). Misalnya kode etik kedokteran, kode etik peneliti, dll. Ketiga, etika berati ilmu tentang yang baik atau buruk. Etika menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis menjadi bahan refleksi bagi suau penelitian sistematis dan metodis. Di sini sama artinya dengan filsafat moral.
          Amoral berarti tidak berkaitan dengan moral, netral etis. Immoral berarti tidak bermoral, tidak etis. Etika berbeda dengan etiket. Yang terakhir ini berasal dari kata Inggris etiquette, yang berarti sopan santun. Perbedaan keduanya cukup tajam, antara lain: etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan, etika menunjukkan norma tentang perbuatan itu. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan, etika berlaku baik baik saat sendiri maupun dalam kaitannya dengan lingkup sosial. etiket bersifat relatif, tergantung pada kebudayaan, etika lebih absolut. Etiket hanya berkaitan dengan segi lahiriyah, etika menyangkut segi batiniah.

          Norma adalah kaidah, ketentuan, aturan, kriteria, atau syarat yang mengandung nilai tertentu yang harus dipatuhi oleh warga masyarakat di dalam berbuat, bertingkah laku agar masyarakat tertib, teratur, dan aman (BP-7,1993: 23). Menurut Poespoprodjo (1999: 133), “norma adalah aturan, standar, ukuran.”

          Norma moralitas adalah aturan, standar, ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur kebaikan atau keburukan suatu perbuatan. Istilah moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Derajat kepribadian seseorang amat ditentukan oleh moralitas yang dimilikinya. Moralitas seseorang tercermin dalam sikap dan perilakunya.

          Moral berasal dari kata bahasa latin mores yang berarti adat kebiasaan. Kata mores ini mempunyai sinonim; mos, moris, manner mores atau manners, morals (Poespoprodjo,1986: 2). Dalam bahasa Indonesia kata moral berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup. Kaelan (2001: 180), mengatakan moral adalah suatu ajaran wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Sedangkan Kohlberg (Reimer,1995: 17), Moralitas bukanlah suatu koleksi dari aturan-aturan, norma-norma atau kelakuan-kelakuan tertentu tetapi merupakan perspektif atau cara pandang tertentu.

B. Motivasi Melakukan Perbuatan Moral
          Ada dua pendapat umum mengenai motivasi seseorang melakukan perbuatan moral. Pendapat pertama menyatakan bahwa perbuatan moral merupakan pengaruh akal dan keinginan untuk menimbulkan pertentangan di antara para filsuf moral dan pendapat kedua menyatakan bahwa perbuatan moral muncul karena adanya pengaruh dari faktor luar yaitu motif-motif masyarakat.

C. Keputusan Moral dan Implementasi dalam Pembelajaran.
          Keputusan moral merupakan bagian yang penting dalam kajian filsafat moral. Penetapan apakah suatu perbuatan itu” baik ” atau ”tidak baik” yang menjadi persoalan mendasar dalam kajian filsafat moral tidak lain adalah persoalan yang sangat terkait dengan persoalan keputusan nilai. 
          Untuk meningkatkan kemampuan siswa mengemukakan pendapat dan mengambil keputusan dengan pertimbangan moral, salah satunya menggunakan pendekatan atau model perkembangan moral kognitif (cognitive moral development approach) yang terkenal dengan Moral reasoning. Model atau Pendekatan ini dikatakan pendekatan perkembangan kognitif karena karakteristiknya memberikan penekanan pada aspek kognitif dan perkembangannya.
          Tujuan yang ingin dicapai oleh pendekatan ini ada dua hal yang utama. Pertama, membantu siswa dalam membuat pertimbangan moral yang lebih kompleks berdasarkan kepada nilai yang lebih tinggi. Kedua, mendorong siswa untuk mendiskusikan alasan-alasannya ketika memilih nilai dan posisinya dalam suatu masalah moral

D. Penerapan Moral Reasoning Dalam Pembelajaran
          Pendekatan perkembangan kognitif (moral reasoning) mudah digunakan dalam proses pendidikan di sekolah, karena pendekatan ini memberikan penekanan pada aspek perkembangan kemampuan berpikir. Oleh karena, pendekatan ini memberikan perhatian sepenuhnya kepada isu moral dan penyelesaian masalah yang berhubungan dengan pertentangan nilai tertentu dalam masyarakat, penggunaan pendekatan ini menjadi menarik.

          Proses pengajaran nilai menurut Model moral reasoning didasarkan pada delima moral, dengan menggunakan metode diskusi kelompok. Diskusi itu dilaksanakan dengan memberi perhatian kepada tiga kondisi penting. Pertama, mendorong siswa menuju tingkat pertimbangan moral yang lebih tinggi. Kedua, adanya dilemma, baik dilemma hipotetikal maupun dilemma faktual berhubungan dengan nilai dalam kehidupan seharian. Ketiga, suasana yang dapat mendukung bagi berlangsungnya diskusi dengan baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar