1.
Deskripsi
Permasalahan
Menjalani hidup
sebagai anak jalanan bukanlah sebagai pilihan hidup yang menyenangkan. Ada
banyak alasan yang menuntut mereka menjadi anak jalanan. Keberadaan anak
jalanan berkaitan dengan kebutuhan dasar anak yang tidak terpenuhi dalam
keluarga. Kebutuhan dasar ini meliputi kebutuhan fisik, psikis, sosial dan
spiritual. Himpunan Mahasiswa Pemerhati
Masyarakat Marjinal (HIMMATA) mengelompokkan anak jalanan menjadi dua golongan,
yakni anak semi jalanan dan anak jalanan murni. Anak semi jalanan adalah
anak-anak yang hidup dan mencari penghidupan di jalanan, namun masih memiliki
hubungan erat dengan keluarganya. Anak jalanan murni adalah anak-anak yang
hidup dan mencari penghidupan di jalanan serta tidak memiliki hubungan erat
dengan keluarga (Asmawati, 2001). Sementara itu seperti yang dikemukakan oleh
Tata Sudarajat (1999) anak jalanan dibagi dalam tiga kelompok, yaitu yang
pertama, anak yang putus hubungan dengan keluarganya, tidak bersekolah, dan
hidup di jalanan (childen the street). Kedua, anak yang berhubungan
tidak teratur dengan keluarganya, tidak bersekolah, tetapi kembali kepada orang
tuanya seminggu sekali, dua minggu sekali, atau sebulan sekali, yang biasanya
disebut dengan anak yang bekerja di jalanan (children on th street). Dan
ketiga, yaitu anak yang masih bersekolah, atau sudah tidak bersekolah, kategori
ini masuk dalam kelompok anak yang rentan menjadi anak jalanan (vulnerable
to be street children).
Fenomena merebaknya anak jalanan di
Indonesia merupakan persoalan sosial yang kompleks. Hidup menjadi anak jalanan
memang bukan merupakan pilihan yang menyenangkan, karena mereka berada dalam
kondisi yang tidak bermasa depan jelas, dan keberadaan mereka tidak jarang
menjadi arga, masyarakat dan negara. Berdasarkan dari peta permasalahan anak
jalanan baik yang berada di kota besar dapat dipetakan permasalah sebagai
berikut: 1) Anak jalanan turun ke jalan karena adanya desakan ekonomi keluarga
sehingga orang tua menyuruh anaknya untuk turun ke jalan guna mencari tambahan
untuk keluarga. Hal ini terjadi karena ketidak berfungsian keluarga dalam
memenuhi kebutuhan keluarga. 2) Rumah tinggal yang kumuh membuat ketidak
betahan anak berada di rumah, sehingga perumahan kumuh menjadi salah satu
faktor pendorong untuk anak turun ke jalan. 3) Rendahnya
pendidikan orang tua anak jalanan sehingga mereka tidak mengetahui fungsi dan
peran sebagai orang tua dan juga ketidaktahuannya mengenai hak-hak anak. 4)
Belum adanya payung kebijakan mengenai anak yang turun ke jalan baik kebijakan
dari kepolisian, Pemda maupun Departemen Sosial. 5) Belum optimalnya social control di dalam masyarakat. 6)
Belum berperannya lembaga-lembaga organisasi sosial, serta belum adanya
penanganan yang secara multi sistem base.
(Islamic Education, 2008)
Kota yang padat penduduknya dan banyak
keluarga bermasalah membuat anak yang kurang gizi, kurang perhatian, kurang
pendidikan, kurang kasih sayang dan kehangatan jiwa, serta kehilangan hak untuk
bermain, bergembira, bermasyarakat, dan hidup mereka atau bahkan mengakibatkan
anak-anak dianiaya batin, fisik dan seksual oleh keluarga, teman, orang lain
yang lebih dewasa. Diantara anak-anak jalanan, sebagian ada yang sering
berpindah antar kota. Mereka tumbuh dan berkembang
dengan latar kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan dan
hilangnya kasih sayang sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya berperilaku
negatif. Seorang anak yang terhempas dari keluarganya, lantas menjadi anak
jalanan disebabkan oleh banyak hal. Penganiayaan kepada anak merupakan penyebab
utama anak menjadi anak jalanan. Penganiayaan itu meliputi mental dan fisik
mereka. (Anonim, 2010)
Anak jalanan ini pada umumnya bekerja pada sektor informal.
Fenomena anak jalanan ini muncul dalam bentuk eksploratif bersamaan dengan
adanya transformasi sosial ekonomi masyarakat industrial menju masyarakat yang
kapitalistik. Kaum marjinal ini mengalami distorsi nilai, diantara nilai tentan
anak-anak, dengan demikian bukan hanya dipandang sebagai beban, tetapi
sekaligus dipandang sebagai faktor ekonomi yang bisa dipakai untuk mengatasi
masalah ekonomi keluarga. Dengan demikian, nilai anak dalam pandangan orang tua
atau keluarga tidak lagi dilihat dalam kacamata pendidikan tetapi dalam kepentingan
ekonomi. Sementara itu, nilai pendidikan dan kasih sayang semakin menurun dan
anak dimotivasi untuk bekerja dan menghasilkan uang. Dalam konteks permasalahan
anak jalanan, masalah kemiskinan dianggap sebagai penyebab utama timbulnya anak
jalanan ini. Hal ini dapat ditemukan dari latarbelakang geografis, sosial
ekonomi anak yang memang datang dari daerah-daerah dan keluarga miskin di
pedesaan maupun kantong kumuh perkotaan.
Dalam
membangun komunitas berdaya, berperadaban, bermatabat diantara orang-orang
miskin di perkotaan melalui pendidikan alternative dengan model home based
education merupakan bentuk kepedulian pendidikan luar biasa khususnya pada
aspek pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan pada masyarakat miskin kota
khususnya anak jalanan melalui pendidikan alternative ini pada dasarnya
merupakan sarana substansial untuk membantu komunitas basis masyarakat keluar
dari segala macam bentuk ketidakberdayaan di lingkungan perkotaan yang komplek.
Prinsip dasar pendidikan alternatif yang diimplementasikan menggunakan model
pendekatan problem posing educatin, learning by doing yang berbasis community based education.
Keberadaan
anak di jalanan perlu dientaskan dan salah satu cara mengentaskannya adalah
dengan menyelenggarakan rumah singgah. Dalam rumah singgah, anak jalanan
diberikan pelayanan kesejahteraan sosial diantaranya melalui pemberdatyaan anak
jalanan. Pemberdayaan pada anak jalanan dapat dilakukan dengan berbagai
kegiatan yang diselenggarakan oleh rumah singgah.
Menurut
Depsos RI, rumah singgah hanya sebagai perantara anak jalanan dengan
pihak-pihak yang akan membantu mereka sebagai proses informal yang memberikan
suasana pusat realisasi dan sosial anak jalanan terhadap sistem nilai dan norma
masyarakat. Secara umum tujuan dibentuknya rumah singgah adalah membantu anak
jalanan dalam mengatasi masalah-masalah dan menemukan alternative untuk
pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Rumah
singgah ini diharapkan tidak hanya menjadi tempat bernaung saja namun juga
diharapkan dapat menjadi basis bagi pelayanan berikutnya, seperti pelayanan
ksehatan dan pendidikan, pendampingan dan konseling bagi anak yang sedang
bermasalah. Selain itu, rumah juga diharapkan menjadi ruang komunikasi yang
harmonis antara anak dan pihak yang menaruh perhatian pada kehidupan anak. Keberadaan
rumah singgah terhadap anak-anak jalanan sangat pentig peranannya untuk
memperoleh masukan yang berkaitan dengan pembinaan yang menanamkan nilai-nilai
normatif dan ilmu pengetahuan, serta kesempatan untuk bermain bersama anak-anak
lain.
2.
Identifikasi permasalahan yang sesuai dengan
karakteristik pendidikan masyarakat
Dari segi pendidikan masyarakat
permasalah di atas memenuhi beberapa karakteristik.
a. Relevan and fulfilling.
Rumah singgah sebagai perantara anak jalanan
dengan pihak-pihak yang akan membantu mereka sebagai proses informal yang
memberikan suasana pusat realisasi dan sosial anak jalanan terhadap sistem
nilai dan norma masyarakat. Secara umum tujuan dibentuknya rumah singgah adalah
membantu anak jalanan dalam mengatasi masalah-masalah dan menemukan alternative
untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Rumah singgah ini diharapkan tidak hanya
menjadi tempat bernaung saja namun juga diharapkan dapat menjadi basis bagi
pelayanan berikutnya, seperti pelayanan ksehatan dan pendidikan, pendampingan
dan konseling bagi anak yang sedang bermasalah. Selain itu, rumah juga
diharapkan menjadi ruang komunikasi yang harmonis antara anak dan pihak yang
menaruh perhatian pada kehidupan anak.
b.
Nilai-nilai, masalah,
sumber, potensi dari masyarakat. Permasalahan dasar yang ada pada komunitas
anak jalanan ini berasal dari lingkungan keluarga. Dengan memberikan pengetahuan
pada orang tua mengenai nilai-nilai yang ada pada masyarakat pada umumnya,
penyuluhan mengenai resiko masalah yang akan terjadi bila anak dipekerjakan pada
usia dini, dan mengembangkan potensi atau kelebihan yang dapat di lakukan oleh
masyarakat sekitar untuk mengurangi masalah anak jalanan ini. Umumnya anak
jalanan berorientasi pada nilai-nilai praktis yang melihat pada hasil. Dengan
mengupayakan anak untuk menempuh pendidikan formal dan pelatihan keterampilan
berbasis entrepreneur.
c.
Penyadaran tanggung
jawab. Pemerintah maupun LSM tidak hanya memberikan masukan saja kepada
masyarakat sekitar namun juga memantau proses dan hasil setelah masyarakat
mendapatkan pelayanan. Sehingga masyarakat juga ikut berperan untuk mengurangi
dan mengatasi permasalahan anak jalanan.
d.
Terjadi perubahan
perilaku sesuai tujuan. Memberikan layanan
pendidikan yang lebih difokuskan pada perubahan sikap mental, perilaku, dan
upaya pemulihan lainnya agar anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dunianya
kembali, serta dapat menyelesaikan program wajib belajar 9 tahun,
e.
Komitmen, menekankan
motivasi positif. memberikan motivasi kepada
anak-anak agar mereka dapat mengubah cara pandang dan pikiran mereka,
menumbuhkan kembali mimpi dan cita-cita untuk bisa mendapat kehidupan yang
lebih baik di masa depan, serta keyakinan bahwa mereka pasti apabila ada
kemauan dan usaha.
f.
Terbangunnya rasa memiliki, masyarakat sekitar yang melihat
fenomena anaka jalanan disekitarnya harus berupaya ikut serta dalam mendidik
karakter anak jalanan agar dapat meningkatkan derajat hidupnya.
g.
Mengubah niat ketindakan, dalam merubah pola asuh anak jalanan
harus melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat untuk berperan serta dalam membina
anak dalam meningkatkan keterampilan si anak.
h.
Prosesnya partisipatif, masyakat disekitar ikut berpartisipasi
dalam penanganannya dan pembinaan anak jalanan.
i.
Program
yang jelas, baik dari segi input, proses, dan outout serta evaluasi yang dibuat
untuk program lanjutan untuk si anak dibuat dengan continue dan sesuai dengan
karakteristik dan kemampuan si anak.
3.
Identifikasi dan tabulasi faktor-faktor resiko.
Individu
|
Relasi
|
Komunitas
|
Masyarakat
|
·
Laki-laki,
perempuan
·
Sekitar
7 tahun – 12 tahun
·
Putus
sekolah
·
Child abuse
·
Pekerjaan
mengamen, menjual koran, menyemir sepatu, dll.
·
Seks
bebas
·
Tinggal
di taman kota, emperan toko dan ada juga yang memiliki rumah
·
Kurang
perhatian dan kasih sayang
·
Kehilangan
masa bermain
|
·
Keluarga
disfungsi
·
Kekerasan
dalam keluarga
·
Tekanan
sosial ekonomi
·
Tuntutan
kebutuhan sehari-hari
·
Teman
atau lingkungan yang berprofesi sama.
·
Tuntutan
bekerja oleh keluarga
|
·
Anak
jalanan
·
Kepadatan
penduduk
·
Kepedulian
keluarga kurang
·
Usia
yang relatif muda
·
Bekerja
di sektor informal
|
·
Kemiskinan
·
Tidak
memiliki pekerjaan yang baik
·
Berasal
dari keluarga yang tidak memiliki pengetahuan mengenai hak-hak anak
·
Tidak
ada penegakan hukum perlindungan mengenai anak jalanan
·
Tidak
memiliki akses terhadap pelayanan pendidikan kesehatan dan perlndungan.
·
Keberadaannya
cenderung ditolak oleh masyarakat
|
4. Contoh
pelayanan dan contoh program pada level individual, relational, komunitas, dan
masyarkat.
Level
|
Contoh Pelayanan
|
Contoh Program
|
Individual
|
· Penangan kasus kekerasan pada anak jalanan
· Penangan pekerja/eksploitasi pada anak
· Pengetahuan mengenai seks bebas
· Konseling untuk membantu permasalahan yang dihadapi anak
· Memberikan pelayanan pendidikan gratis
|
· Penyuluhan bagi anak mengenai
pentingnya pendidikan
· Memberikan pendidikan formal bagi anak
jalanan
· Memberikan ketrampilan tambahan bagi
anak
· Konseling bagi anak dalam
menyelesaikan masalah
· Memberikan pelayanan gizi, moral.
· Perpustakaan gratis
|
Relasi
|
· Penyuluhan bagi orang tua dan masyarakat di lingkungan
sekitar mengenai hak-hak anak, kekerasan pada anak.
|
· Penyuluhan bagi orang tua mengenai
hak-hak anak
· Pemberian ketrampilan bagi orang tua
|
Komunitas
|
· Memberikan
pendidikan ketrampilan sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat untuk membantu komunitas basis masyarakat keluar dari
segala macam bentuk ketidakberdayaan di lingkungan perkotaan yang komplek.
· Memfasilitasi dengan rumah singgah sebagai perantara sarana
bagi anak jalanan.
|
· Pelatihan ketrampilan tambahan untuk mengembangkan
minat anak jalanan
· Didirikan rumah singgah
|
Masyarakat
|
· Memberikan pengetahuan pada masyarakat mengenai anak
jalanan sehingga dapat mengurangi stigma mengenai anak jalanan dan membantu
permasalahan yang dihadapi anak.
· Ada hukum yang melindungi anak jalanan dan penegasan
hukuman pada orang sekitar yang melakukan eksploitasi.
|
· Seminar mengenai profil, kehidupan,
permasalahan yang dialami anak jalan.
· Menerapkan hukum yang adil bagi anak
jalanan
|
Referensi
Anonim. 2010.
All About Anak Jalanan. Online. (diakses pada 19 April 2014, http://iamrabka.wordpress.com/2010/04/13/all-about-anak-jalanan/)
Islamic
Education. 2008. Permasalahan Anak Jalanan dan Alternatif Pemecahannya. Online.
(diakses pada 19 April 2014, http://t4rbiyah.blogspot.com/2008/01/permasalahan-anak-jalanan-dan.html)
Septiarti,
S. Wisni, dkk. 2005. Pengembangan Program
Pendidikan Alternatif Bagi Anak Jalanan (Sebuah Terobosan Pemberdayaan
Masyarakat). Visi: Jurnal Pendidikan Non Formal (Nomor 03/XIII/2005 ISSN
1410 – 4342)