Selain teori belajar behavioristik, kontruktivistik, teori kognitif teori belajar humanistik juga penting untuk dipahami. Menurut teori humanistik proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, den psychotherapy, daripada bidang kajian psikologi belajar. Teori belajar ini lebih tertarik pada pengertian belajar dalam bentuknya yang paling ideal daripada pemahaman tentang proses belajar sebagaimana apa adanya, seperti yang selama ini dikaji oleh teori-teori belajar lain.
Dari beberapa teori belajar, secara aplikatif mungkin kita sudah menerapkan salah satunya bahkan semuanya tanpa kita sadari. Sehingga kita perlu menguraikan kembali tentang salah satu teori belajar ini, yaitu teori belajar Humanistik. Dibawah ini akan kita bahas beserta penerapannya, agar kita mendapat gambaran yang komprehensif tentang apa yang telah kita lakukan dalam pembelajaran.
Pengertian Belajar Menurut Teori Belajar Humanistik
Teori belajar Humanistik memandang bahwa perilaku manusia ditentukan oleh dirinya sendiri, oleh faktor internal dirinya dan bukan pengetahuan ataupun kondisi lingkungannya. William C. Crain menyebut paham ini dengan istilah preformasinisme, yaitu suatu paham yang meyakini bahwa perkembangan manusia sudah ditentukan oleh suatu zat yang ada dalam plasma sel sejak masa konsepsi.
Menurut teori belajar humanistik, aktualisasi diri merupakan puncak perkembangan individu. Ia mampu mengembangkan potensinya dan merasa dirinya utuh, bermakna dan berfungsi (fully functioning person). Kebermaknaan perwujudan dirinya itu bukan saja dirasakan oleh dirinya sendiri, tetapi juga oleh lingkungan sekitarnya.
Teori belajar humanistik ini yakin bahwa motivasi belajar harus datang dari dalam diri individu. Bahkan aliran ini mengabaikan faktor intelektual dan emosional. Menurutnya, kedua faktor tersebut tidak terlibat dalam di dalam proses belajar.
Lebih lanjut menurut teori ini, proses belajar yang bermakna adalah belajar yang melibatkan pengalaman langsung, berpikir dan merasakan, atas kehendak sendiri dan melibatkna seluruh pribadi peserta didik. Hasil belajar harus dirasakan oleh individu. Ia menyadari terjadinya hasil belajar dan bahkan mampu menilainya. Belajar yang bermakna tidak lain hanyalah belajar yang dapat memenuhi kebutuhan nyata individu.
Pada intinya teori humanistik berpendapat bahwa teori belajar apapun itu teori belajar behavioristik, konstruktivistik, ataupun kognitif, asalkan tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu untuk mencapai aktualisasi diri manusia, pemahaman diri. Serta realisasi diri orang yang belajar secara optimal maka teori itu dapat dimanfaatkan. Sehingga pemahaman apapun terhadap belajar asalkan tujuannya untuk memanusiakan manusia maka dapat diidealkan menjadi teori belajar humanistik.
Tokoh, Pelopor dan Pandangan Teori Humanistik
Pelopor teori ini antara lain, adalah sebagai berikut;
Abraham Maslow
Maslow mengembangkan teori belajarnya berdasarkan teori kebutuhan dan perkembangan motivasi. Menurutnya manusia merupakan makhluk yang tidak akan pernah puas dalam mencapai sesuatu, kecuali hanya sesaat saja.
Manusia akan mencari peluang lain untuk menutupi kebutuhannya. Lebih lanjut menurut Maslow, puncak pemenuhan kebutuhan sekaligus sebagai ukuran keberhasilan individu ialah berhasil dalam mengaktualisasikan diri dalam dunianya.
Carl Rogers
Rogers memandang manusia sebagai makhluk yang rasional, realistis, sosialis, dan ingin maju. Baginya, manusia merupakan makhluk yang punya potensi untuk tumbuh dan actual, sehingga memiliki martabat yang tinggi. Pada intinya, Rogers menempatkan manusia secara manusiawi pada martabat kemanusiaannya.
Rogers berpendapat bahwa guru merupakan fasilitator terjadinya pemahaman (insight) atas sesuatu oleh peserta didik. Dalam membimbing peserta didik itu sendiri perlu diberi kebebasan. Sehngga teorinya menghasilkan sebuah prinsip belajar , yani prinsip learning to be free, yang mengonsepsikan pembelajaran sebagai upaya becoming a person, freedom to be dan courage to be. Menurutnya, pembelajaran yang berbasis to be free akan membuat peserta didik berupaya untuk menjadi lebih otonom, spontan dan yakin akan dirinya sendiri.
Arthur Combs
Arthur mengemukakan bahwa belajarakan terjadi apabila mempunyai arti bagi seorang individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan peserta didiknya. Ketika muncul perlawanan, hal itu sebenarnya merupakan bentuk perilaku buruk yang mencerminkan ketidakmauan seseorang untuk mempelajari hal yang bukan minatnya, karena sama saja dengan melakukan sesuatu yang baginya tidak mendatangkan kebutuhan atau bahkan kepuasan.
Untuk memhami tentang tingkah laku manusia, yang penting adalah paham bagaimana dunia ini dilihat dari sudut pandangnya. Pernyataan seperti ini merupakan salah satu dari pandangan humanistik mengenai perasaan, persepsi, kepercayaan, dan tujuan tingkah laku “dari dalam” (inner) yang membuat seseorang berbeda dengan yang lain
David Kolb
Kolb juga merupakan seorang ahli yang menganut aliran humanistik. Dia memberi tahap-tahap biar menjadi 4 bagian yaitu, tahap pengalaman konkret, tahap pengamatan aktif dan reflektif, tahap konseptualisasi, dan tahap eksperimentasi aktif. Ke empat tahap ini akan kita bahas kemudian.
Peter Honey dan Alan Mumford
Pandangan mereka berdua tentang belajar diilhami oleh pandangan kolb mengenai 4 tahapan belajar. Honey dan mumford menggolongkan orang yang belajar ke dalam 4 macam golongan yaitu kelompok aktivis, golongan reduktor, kelompok teoritis, dan golongan pragmatis. Keempat kelompok ini memiliki karakteristik yang berbeda-beda yang akan kita bahas di tulisan yang akan datang insya Allah.
Jurgen Habermas
Menurut Hubermas belajar akan terjadi apabila ada interaksi antara individu dengan lingkungannya. Lingkungan yang dimaksud merupakan lingkungan belajar, yaitu lingkungan alam maupun lingkungan sosial, sebab di antara keduanya tidak dapat dipisahkan. Hubermas membagi tipe belajar menjadi tiga bagian yaitu; technical learning (belajar teknis), Practical learning (belajar praktis), dan Emancipatory learning (belajar emansipatoris), masing-masing tidak akan kita bahas kali ini.
Benjamin S. Bloom
Belum juga termasuk ke dalam penganut aliran humanistik. Para tokoh humanistik lebih menekankan ada apa yang mesti dikuasai oleh individu belajar sebagai tujuan belajar, setelah melalui beberapa peristiwa belajar. Tujuan belajar yang dikemukakan oleh belum dirangkum dalam 3 kawasan yang kita kenal dengan Taksonomi Bloom.
Taksonomi Bloom memberikan inspirasi kepada pakar pendidikan dalam pengembangan teori maupun praktik pembelajaran. Taksonomi ini juga membantu para guru untuk merumuskan tujuan- tujuan belajar dalam perencanaan pembelajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar